Notification

×

Iklan

Iklan

Hukum Pamer Kekayaan (Flexing) dalam Islam: Panduan Syar'i Lengkap

2025-10-27 | 01:13 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-10-26T18:13:13Z
Ruang Iklan

Hukum Pamer Kekayaan (Flexing) dalam Islam: Panduan Syar'i Lengkap

Fenomena "flexing" atau pamer kekayaan, gaya hidup, atau pencapaian secara berlebihan, khususnya di media sosial, telah menjadi sorotan dalam masyarakat modern. Dalam pandangan Islam, perilaku ini umumnya dianggap tercela dan dilarang karena berkaitan erat dengan sifat-sifat negatif seperti kesombongan (kibr), riya (mencari pujian manusia), dan ujub (bangga diri).

Mayoritas ulama menghukumi pamer harta sebagai haram. Hal ini ditegaskan dalam berbagai dalil Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman dalam QS. Luqman ayat 18, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." Ayat ini melarang setiap bentuk kesombongan, termasuk pamer harta dan status sosial. Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa "memalingkan muka" berarti merendahkan orang lain karena merasa lebih tinggi atau lebih kaya.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walau sebesar biji zarrah." (HR. Muslim). Hadis lain menyatakan bahwa Allah tidak menyukai hamba-Nya yang sombong lagi suka berbangga diri. Flexing, apabila diniatkan untuk membanggakan diri dan merendahkan orang lain, tergolong haram.

Perilaku flexing juga kerap disertai unsur takabbur (kesombongan) dan israf (pemborosan), yang keduanya termasuk perbuatan tercela. Al-Qur'an juga mengingatkan bahaya tabdzir atau membuang-buang harta secara boros, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Isra: 26–27 yang menyebutkan bahwa pemboros adalah saudara setan.

Dampak Negatif Flexing

Pamer kekayaan tidak hanya berdampak buruk pada individu pelaku, tetapi juga pada lingkungan sosial. Beberapa dampak negatifnya antara lain:
* Menghilangkan pahala amal: Riya dapat membatalkan dan menghapus pahala amal saleh. Allah tidak memerlukan sekutu, dan barang siapa beramal dengan menyekutukan-Nya, maka Allah akan berlepas diri dari amal tersebut.
* Menimbulkan iri dan dengki: Flexing yang berlebihan dapat memicu perasaan iri dan dengki pada orang lain, merusak keharmonisan persaudaraan.
* Membahayakan diri sendiri: Perilaku ini dapat membuat seseorang menjadi ujub (bangga diri) dan bahkan menarik kejahatan dunia maya jika data pribadi terungkap.
* Menyakiti perasaan orang lain: Menampilkan kemewahan di tengah masyarakat yang mungkin kesulitan dapat menyakiti perasaan orang lain.
* Mengeraskan hati dan melalaikan dari akhirat: Kisah Qarun dalam Al-Qur'an menjadi pelajaran tentang bagaimana kesombongan dan pamer harta dapat berujung pada kehancuran dan melalaikan dari syukur kepada Allah.
* Dua musibah besar: Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin menjelaskan bahwa riya dapat menyebabkan dua musibah besar, yaitu terlepasnya surga dan dimasukkannya ke dalam neraka.

Perbedaan Antara Bersyukur dan Pamer

Dalam Islam, menampakkan nikmat atau amal tidak selalu bermakna negatif. Ada bentuk pamer yang diperbolehkan selama dilandasi niat yang benar dan memberi manfaat sosial. Nihayatul Husna menyatakan bahwa Islam memperbolehkan seseorang menampakkan amal atau nikmat bila bertujuan mengajak orang lain berbuat baik, menumbuhkan semangat sosial, atau menunjukkan rasa syukur kepada Allah. Ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 271 yang menyebutkan bahwa menampakkan sedekah itu baik, meskipun menyembunyikannya lebih utama.

Kementerian Agama juga menjelaskan bahwa memiliki dan menunjukkan nikmat Allah (seperti pakaian bagus) hukumnya sunah asalkan tidak disertai kesombongan. Namun, batasan antara syukur dan pamer sangat tipis dan terletak pada niat hati. Syukur yang hakiki berasal dari hati yang ikhlas dan tidak bertujuan mencari pujian atau validasi dari manusia, melainkan sebagai bentuk pengakuan atas karunia Allah SWT. Sifat tawadhu (rendah hati) sangat dianjurkan, sementara pamer adalah kebalikannya.

Secara keseluruhan, Islam tidak melarang seseorang menikmati rezeki, tetapi melarang menjadikannya alat kesombongan. Inti dari hukum flexing dalam Islam adalah niat di balik tindakan tersebut. Jika tujuannya untuk membanggakan diri, merendahkan orang lain, atau mencari pujian semata, maka hal itu dilarang. Namun, jika tujuannya untuk memotivasi, menginspirasi kebaikan, atau menunjukkan rasa syukur tanpa ada kesombongan, maka hal tersebut bisa menjadi pengecualian.