
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menjatuhkan sanksi ekonomi pada dua produsen minyak terbesar Rusia, Rosneft dan Lukoil, pada tanggal 22 Oktober 2025. Langkah ini diambil setelah serangkaian upaya negosiasi yang gagal untuk mencapai kesepakatan damai di Ukraina dan meningkatnya frustrasi Gedung Putih terhadap agresi Rusia yang berkelanjutan serta keengganan Presiden Vladimir Putin untuk menyepakati gencatan senjata.
Departemen Keuangan AS menyatakan bahwa sanksi tersebut diberlakukan karena "kurangnya komitmen serius Putin terhadap proses perdamaian untuk mengakhiri perang di Ukraina" dan penolakannya untuk mengakhiri "perang yang tidak masuk akal ini". Rosneft dan Lukoil dituding telah "mendanai mesin perang Kremlin". Keputusan ini muncul setelah pembatalan pertemuan puncak yang direncanakan antara Presiden Trump dan Presiden Putin di Budapest, yang mencerminkan putusnya upaya diplomatik.
Sanksi pemblokiran ini secara efektif memutus akses perusahaan-perusahaan Rusia tersebut dari sistem perbankan Amerika dan lembaga keuangan, melarang mereka untuk beroperasi dalam dolar AS. Aset Rosneft dan Lukoil di AS akan dibekukan, dan perusahaan serta individu AS dilarang berbisnis dengan mereka serta anak perusahaan mereka. Washington juga mengancam akan menerapkan sanksi sekunder terhadap lembaga keuangan asing yang terus bertransaksi dengan Rosneft dan Lukoil.
Rosneft dan Lukoil secara kolektif mengekspor sekitar 3,1 juta barel minyak per hari, yang menyumbang hampir setengah dari total ekspor minyak mentah Rusia. Sanksi ini diperkirakan akan sangat mengganggu pasar minyak global, memicu kekhawatiran atas gangguan pasokan dan potensi kenaikan harga minyak. Setelah pengumuman sanksi, harga minyak global segera melonjak 6% dan muncul laporan tentang penundaan pengiriman minyak Rusia ke kilang-kilang besar di India dan Tiongkok. Kedua negara ini merupakan pembeli utama minyak mentah Rusia, dan sanksi terbaru ini dapat memaksa mereka untuk menghentikan atau mengurangi secara signifikan impor minyak dari Rusia.
Langkah AS ini dilakukan berkoordinasi dengan sanksi serupa dari Inggris dan Uni Eropa, yang juga mengumumkan paket sanksi baru, termasuk larangan impor gas alam cair Rusia. Meskipun menghadapi tekanan, Presiden Putin menyatakan bahwa sanksi tersebut "serius" dan akan memiliki "konsekuensi tertentu", namun tidak akan "secara signifikan memengaruhi kesejahteraan ekonomi kami" dan Rusia tidak akan tunduk pada tekanan.