Notification

×

Iklan

Iklan

Hari Anti Hukuman Mati Sedunia 10 Oktober: Memahami Esensi Perjuangan Global

2025-10-24 | 21:57 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-10-24T14:57:57Z
Ruang Iklan

Hari Anti Hukuman Mati Sedunia 10 Oktober: Memahami Esensi Perjuangan Global

Peringatan Hari Anti Hukuman Mati Sedunia yang jatuh pada tanggal 10 Oktober kembali menyeruak ke permukaan, memicu diskusi hangat mengenai praktik pidana mati di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hari ini menjadi momentum penting bagi organisasi hak asasi manusia dan pegiat keadilan untuk menyuarakan penolakan terhadap eksekusi mati serta mendesak negara-negara di seluruh dunia untuk menghapus bentuk hukuman tersebut. Makna utama dari peringatan ini adalah penegasan kembali pada nilai-nilai kemanusiaan universal, bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan martabatnya harus dihormati, terlepas dari kejahatan yang dituduhkan.

Sejumlah pihak menyoroti bahwa hukuman mati merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang paling mendasar, yakni hak untuk hidup, dan bersifat tidak dapat diubah (irreversible). Risiko kesalahan dalam proses peradilan, yang dapat berujung pada eksekusi orang yang tidak bersalah, menjadi argumen kuat yang terus digaungkan. Selain itu, efektivitas hukuman mati sebagai efek jera juga kerap dipertanyakan, dengan banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada bukti konklusif yang menyatakan hukuman mati lebih efektif mencegah kejahatan dibandingkan hukuman penjara seumur hidup.

Tren global menunjukkan peningkatan jumlah negara yang telah menghapuskan hukuman mati, baik secara hukum maupun dalam praktik. Ini mencerminkan pergeseran paradigma keadilan menuju sistem yang lebih berorientasi pada rehabilitasi dan pemulihan, bukan pembalasan. Namun, masih ada puluhan negara, termasuk Indonesia, yang tetap mempertahankan hukuman mati dalam sistem hukum pidana mereka, terutama untuk kejahatan serius seperti terorisme dan narkotika.

Dalam konteks hukum nasional, peringatan Hari Anti Hukuman Mati Sedunia ini sering kali menjadi seruan bagi pemerintah dan parlemen untuk meninjau kembali ketentuan pidana mati. Para pegiat HAM mendesak adanya moratorium atau bahkan penghapusan total hukuman mati, sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap perlindungan hak asasi manusia secara internasional. Diskusi mengenai kemungkinan penerapan pidana seumur hidup tanpa remisi sebagai alternatif yang lebih manusiawi dan adil terus menjadi bagian dari dialektika hukum di Indonesia, sembari menanti revisi undang-undang yang lebih progresif.