
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana memulai pembongkaran tiang-tiang monorel milik PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang telah lama mangkrak pada Januari 2026 mendatang. Rencana ini disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung sebagai bagian dari upaya penataan kota.
Aset tiang-tiang monorel tersebut, yang menjadi simbol proyek transportasi mangkrak sejak pembangunannya di era Gubernur Sutiyoso pada 2004, memiliki nilai historis yang kompleks dalam pembukuan Adhi Karya. Berdasarkan laporan keuangan Adhi Karya, nilai aset tiang monorel atas pemberhentian pengerjaan Proyek Kereta Jakarta Monorail tercatat sebesar Rp 132,05 miliar.
Namun, nilai aset tersebut telah mengalami penyusutan atau penurunan nilai (impairment) yang signifikan seiring berjalannya waktu. Tercatat, penurunan nilai aset tersebut mencapai Rp 79,36 miliar per 30 September 2025, dan Rp 73,01 miliar per 31 Desember 2024. Setelah dikurangi penurunan nilai tersebut, nilai persediaan berupa eks tiang-tiang monorel per 30 September 2025 tercatat sebesar Rp 13,02 miliar dalam laporan keuangan ADHI.
Sekretaris Perusahaan Adhi Karya, Rozi Sparta, menyatakan bahwa pihak perusahaan mendukung penuh langkah Pemprov DKI Jakarta ini. Adhi Karya telah melakukan pertemuan dengan Pemprov DKI Jakarta untuk membahas langkah pendampingan hukum serta skema final pelaksanaan pembongkaran tiang eks monorel. Manajemen Adhi Karya berkeyakinan bahwa penurunan nilai yang telah dibukukan atas tiang monorel tersebut sudah cukup untuk menutup kemungkinan masa manfaat aset di kemudian hari. Selain itu, Adhi Karya memastikan bahwa rencana pembongkaran ini tidak akan berdampak material terhadap kelangsungan usaha maupun harga saham perseroan secara keseluruhan.
Gubernur Pramono Anung sendiri telah menjadikan penyelesaian masalah tiang monorel ini sebagai salah satu prioritas. Ia bahkan telah berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mendapatkan lampu hijau untuk pembongkaran, selama tidak ada proses hukum yang berlangsung. Proyek monorel Jakarta sendiri telah terbengkalai selama hampir dua dekade, dengan tiang-tiangnya yang berdiri di sepanjang Jalan HR Rasuna Said dan beberapa ruas jalan lain menjadi "monumen kegagalan" pembangunan infrastruktur.