Notification

×

Iklan

Iklan

Ilmuwan BRIN Luruskan Isu Viral Air Aqua dari Sumur Bor Sebabkan Longsor

2025-10-26 | 17:40 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-10-26T10:40:30Z
Ruang Iklan

Ilmuwan BRIN Luruskan Isu Viral Air Aqua dari Sumur Bor Sebabkan Longsor

Video yang menjadi viral di media sosial, menampilkan mantan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyoroti sumber air minum dalam kemasan (AMDK) Aqua, telah memicu perdebatan publik mengenai potensi dampak lingkungan dari pengambilan air tanah. Dedi Mulyadi mengungkapkan keheranannya saat mengetahui bahwa air yang digunakan oleh pabrik Aqua berasal dari sumur bor, bukan dari mata air pegunungan alami seperti yang banyak dibayangkan masyarakat. Ia bahkan mengaitkan praktik ini dengan kejadian banjir dan longsor yang kini lebih sering terjadi di beberapa wilayah, seperti Kasomalang, Subang.

Menanggapi kekhawatiran tersebut, peneliti hidrologi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rachmat Fajar Lubis, memberikan klarifikasi ilmiah. Fajar menegaskan bahwa persoalan pengambilan air tanah oleh industri tidaklah sesederhana yang dipersepsikan publik. Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah menerapkan regulasi ketat dan mekanisme ilmiah untuk mengendalikan dampak pengambilan air tanah oleh industri.

Menurut Fajar, perusahaan diberi izin pengambilan air berdasarkan "debit aman", bukan debit maksimum. Ini berarti volume air yang diizinkan diambil telah melalui perhitungan cermat untuk memastikan tidak merusak struktur tanah. Masalah dapat timbul hanya jika pengambilan air melebihi batas izin yang telah ditetapkan. Salah satu langkah pengawasan penting adalah kewajiban perusahaan untuk memiliki sumur pantau, di mana lebih dari lima titik sumur pantau harus dibuat setiap tahunnya. Sumur pantau ini berfungsi untuk memantau kondisi alami air tanah tanpa gangguan pengambilan, sehingga para peneliti dan otoritas lingkungan dapat mengetahui apakah kondisi tanah dan air bawah permukaan masih stabil atau sudah mengalami tekanan. Fajar juga menambahkan bahwa perusahaan AMDK diwajibkan melakukan pemantauan posisi dan elevasi tanah setiap tahun untuk memastikan tidak ada penurunan atau pergeseran signifikan yang dapat memicu amblesan atau longsor. Menariknya, Fajar juga mengungkapkan bahwa mata air pegunungan alami justru lebih rentan terhadap kontaminasi dibandingkan air yang diambil dari akuifer dalam.

Pihak Danone-Aqua sendiri telah memberikan klarifikasi, menyatakan bahwa air yang mereka gunakan berasal dari akuifer alami di sistem hidrogeologi pegunungan, bukan sumur bor biasa. Akuifer ini adalah lapisan air tanah dalam yang terbentuk secara geologis, terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, dan bebas dari kontaminasi aktivitas manusia. Beberapa titik sumber bahkan bersifat self-flowing, yang berarti air mengalir secara alami tanpa perlu dipompa. Aqua juga menjamin bahwa proses pengambilan air mereka terkendali, tidak mengganggu pasokan air masyarakat karena diambil dari lapisan yang berbeda, dan dilakukan berdasarkan izin resmi pemerintah serta diawasi oleh Badan Geologi Kementerian ESDM dan pemerintah daerah. Perusahaan juga menegaskan telah menerapkan Kebijakan Perlindungan Air Tanah Dalam (Ground Water Resources Policy) dan berdasarkan kajian bersama dengan para ahli dari UGM, pengambilan air secara hati-hati tidak menyebabkan pergeseran tanah maupun longsor. Selain itu, Aqua juga aktif dalam program konservasi lingkungan, termasuk menanam lebih dari 2,5 juta pohon dan membangun lebih dari 2.300 sumur resapan yang tersertifikasi oleh BRIN.

Dengan demikian, meskipun isu pengambilan air dari sumur bor oleh industri AMDK seperti Aqua menjadi perhatian, ilmuwan BRIN dan pihak perusahaan menekankan bahwa proses tersebut tunduk pada regulasi dan pengawasan ilmiah yang ketat. Risiko longsor dan pergeseran tanah diklaim dapat dikendalikan selama izin dan prosedur ilmiah dipatuhi.