Notification

×

Iklan

Iklan

Pedagang Pasar Mendesak Pencabutan Aturan Larangan Jual Rokok

2025-10-27 | 11:25 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-10-27T04:25:03Z
Ruang Iklan

Pedagang Pasar Mendesak Pencabutan Aturan Larangan Jual Rokok

Wacana pelarangan penjualan rokok di pasar tradisional dan perluasan kawasan tanpa rokok (KTR) telah memicu gelombang protes dari para pedagang. Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta secara tegas meminta agar pasal-pasal pelarangan penjualan rokok dalam Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) dihapuskan. Ketua Dewan Pertimbangan Wilayah APPSI DKI Jakarta, Ngadiran, menyatakan bahwa aturan tersebut sangat memberatkan pedagang kecil, pengecer, dan asongan, serta mengancam akan melakukan aksi demonstrasi jika tuntutan mereka tidak diakomodasi.

Menurut Ngadiran, larangan penjualan rokok dalam Raperda KTR mencakup beberapa poin krusial, seperti penerapan zona pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, pelarangan pemajangan produk tembakau, perluasan KTR hingga pasar tradisional dan pasar rakyat, serta kewajiban memiliki izin berusaha khusus bagi penjualan rokok. APPSI menilai bahwa seluruh pelarangan ini akan menyusahkan pedagang kecil dan UMKM, yang saat ini rata-rata omzetnya sudah turun hingga 60 persen. Pedagang berharap pemerintah dapat melindungi dan memberdayakan mereka, bukan justru membebani dengan aturan yang berlebihan.

Protes serupa juga disuarakan oleh pedagang di Pasar Jaya Tomang Barat, Jakarta Barat, yang menggelar orasi menolak kebijakan larangan berjualan rokok di lingkungan pasar. Mereka menilai kebijakan ini tidak adil dan perlu mempertimbangkan dampak ekonomi terhadap pedagang. Pernyataan sikap ini disebut bukan hanya dari Pasar Tomang Barat, melainkan juga dari pedagang di berbagai pasar PD Pasar Jaya lainnya.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Juli 2024, secara resmi melarang penjualan rokok secara eceran per batang, serta penjualan produk tembakau kepada individu di bawah usia 21 tahun dan wanita hamil. Regulasi ini juga melarang penjualan produk tembakau dalam jarak 200 meter dari lembaga pendidikan dan tempat bermain anak, serta melarang penempatan barang dagangan di area sekitar pintu masuk dan keluar atau lokasi yang sering dilalui publik. Sekjen Komunitas Kretek, Aditia Purnomo, menyatakan bahwa larangan penjualan rokok eceran merugikan banyak pihak, termasuk pedagang asongan dan warung kelontong, yang mengandalkan penjualan rokok eceran sebagai sumber pemasukan utama.

Meskipun demikian, terdapat perkembangan terkait Raperda KTR di DPRD DKI Jakarta. Ketua Pansus KTR DPRD DKI Jakarta, Farah Savira, mengungkapkan bahwa dalam pembahasan terakhir, ketentuan zonasi pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak disepakati untuk tidak lagi berlaku di pasar tradisional dan tempat umum lainnya, karena masuk dalam kategori pengecualian. Artinya, penjualan rokok di area tersebut kini diperbolehkan. Namun, pansus memutuskan bahwa tempat hiburan malam tetap termasuk dalam kawasan tanpa rokok dan diwajibkan menyediakan tempat khusus merokok di area terbuka. Anggota Pansus Raperda KTR DPRD DKI Jakarta, Sardy Wahab, mendukung agar aturan terkait pelarangan penjualan dilonggarkan mengingat banyaknya penolakan dari pedagang kecil. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak regulasi terhadap masyarakat dan pedagang.